
Pembiasaan “Kampung Betapis” di SMANSA Terusan Nunyai
Smansateruna.sch.id (16/10/2025). Kabut tipis di Bandar Agung menyelimuti pagi SMA Negeri 1 Terusan Nunyai. “Selamat tukkuk” sapa Getha guru yang berada di baris terdepan. Selain guru piket tampak juga beberapa anggota OSIS dan MPK bersamanya.
Setiap Kamis tiba mereka memancarkan aura Neo-Tradisional. Setiap orang berusaha bercakap-cakap dalam bahasa Lampung. Dewan guru juga mengenakan Batik Lampung yang beraneka corak. Ada motif Kapal Siger, kopiah, gajah, pohon hayat, kapal dll. Beberapa guru juga terpantau menggunakan atribut selendang tapis dan kopiah Lampung (bagi guru laki-laki). Selendang Tapis itu, bertenun serat optik, menampilkan pola-pola emas yang hidup dan memancarkan resonansi budaya Lampung.
Kepala satuan Pendidikan Ratnawati, yang hari itu tampak bersinar menggunakan batik Lampung berwarna merah dengan motif Siger warna kuning-hitam, mengatakan “semua yang kita lakukan adalah untuk melestarikan budaya Lampung dan hal ini selaras dengan himbauan Gubernur Lampung” detailnya.
Di sekolah ini untuk melestarikan budaya Lampung, telah dibuat sebuah program yang diberi nama “Kampung Betapis”. Kampung singkatan dari Kamis Berbahasa Lampung. Betapis memiliki makna memakai tapis. Sehingga kampung betapia adalah Kamis Berbahasa Lampung dan memakai selendang tapis. Program tersebut dilakukan dengan kegiatan pembiasan para siswa, dewan guru hingga tenaga kependidikan mengenakan pakaian batik lengkap dengan atributnya dan pembiasaan berbahasa Lampung setiap hari Kamis.
Saat jam istirahat tiba, osis dan MPK akan menghidupkan siang dengan Harmoni lagu-lagu Lampung—alunan alat musik tradisional Lampung (seperti Kolintang, Gamolan) yang diolah dengan irama elektronik. Musik itu membahana, tidak hanya di kantor guru, tetapi juga di terdengar di setiap kelas hingga lapangan upacara.
Seorang siswa, bernama Affendi dari kelas xi 7 di saat jam pelajaran bahasa Indonesia, terlihat mulai mengaktifkan penggunaan bahasa Lampung saat memimpin doa “seluwak gham belajagh, maghielah gham bedu'o jamo-jamo” ucapnya. Di ruang guru tampak Devy Ermawati, guru bahasa Indonesia yang juga merupakan penutur asli sedang memperkenalkan kepada rekannya, kosa kata praktis bahasa Lampung yang bisa di pakai di ruang belajar.”Apo sai ago ngejawab? Ayo keghjoken! Majeu dak depan nak” ujarnya mempraktikkan bahasa Lampung.
Begitulah suasana “kampung betapis” ala SMA negeri 1 Terusan Nunyai. Akhir kata semoga bahasa daerah Lampung tidak sekadar lestari dalam arsip data, tetapi hidup dan berkembang sebagai Bahasa Utama peradaban, terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Karena akar budaya adalah fondasi terkuat untuk masa depan yang tak pernah punah.