“Pembentukan Penglaku Tuho” dalam Tes Sumatif Mid Semester Gasal Pelajaran Bahasa Lampung
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia menyatakan sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia sudah mengalami kepunahan, karena tidak lagi penutur bahasa daerah tersebut. “Kepunahan bahasa daerah ini karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke anak cucunya,” kata Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Hafidz Muksin.
Hal penting yang harus terus dilakukan saat ini adalah membangun kesadaran anak-anak bangsa bahwa mereka adalah ahli waris bahasa daerah. Langkah ini bisa kita mulai dengan membangun kecintaan generasi muda pada adat budaya lalu bahasa daerahnya.Kecintaan itu berkorelasi dengan menyenangkan tidaknya suasana pembelajaran bahasa daerah di sekolah. Dalam hubungan itu, model pembelajaran hendaknya meminimalkan bentuk ceramah supaya tidak membosankan.
Di SMAN 1 Terusan Nunyai, dalam pembelajaran bahasa Lampung, guru selalu berupaya menyiapkan pembelajaran yang bermakna. Ibu Muning Sulastri adalah salah satu guru bahasa Lampung yang hari ini mengemas praktik pembelajaran nya dengan apik. Melalui tema “pembentukan penglaku tuho“ ia membimbing anak-anak untuk mempraktekkan secara langsung bahasa Lampung. Lalu tes sumatif mid semester gasal kali ini dilakukan dengan langsung menilai saat anak-anak mempraktikan bahasa lampung dengan tema tersebut.
Siswa-siswa yang duduk di kelas xi, merasa pembelajaran dan model tes sumatif ini sangat menantang. Pada wawancara dengan Rafi (siswa dari kelas xi. 8) dia menyampaikan “ model tes sumatif begini bikin keringat dingin, karena langsung berbicara bahasa lampung di depan banyak orang, apalagi saya bertindak selaku pemimpin rapat penglaku tuho, dan ada 4 guru selain guru bahasa lampung yang menyaksikannya”. Praktik mengundang melibatkan kurir (orang yang bertugas mengundang tamu untuk hadir di acara penglaku tuho), tamu undangan adalah 4 orang guru di kelas-kelas terdekat dengan kelas yang mendapat pelajaran bahasa lampung saat itu, lalu penerima tamu, keluarga calon mempelai wanita dan keluarga calon mempelai laki-laki.
Upaya untuk melestarikan bahasa daerah, mau tidak mau, tidak boleh meninggalkan generasi muda. Seperti ditegaskan Salminen (Sugiyono, 2013), punah takpunahnya sebuah bahasa daerah berhubungan dengan ada tidaknya generasi muda sebagai penerus tutur. Makin banyak generasi muda akrab dengan bahasa daerahnya, bahasa itu dapat terselamatkan. Akhir kata semoga bahasa daerah lampung senantiasa lestari di tangan para ahli warisnya dan sekolah selalu mendukung programprogram pembelajaran yang bermakna dan berpihak pada peserta didik.